28 September 2007

dzikir air

jadikan aku air saja
menuruti lekuk wadah yang tengadah
mengikuti relief bumi
lalu menjelajah ke tempat tempat rendah
do’akan sungai sungai tak ditanggul atau dibedah
agar sampai aku pada muara yang lelah

biarkan aku jadi bagian dari laut
maka pada anginlah aku turut
dikirim ke pantai sebagai ombak sepanjang musim
atau merenung di dasar palung palung
sambil berharap untuk segera menguap

maka di udara panas ijinkan aku lepas
dan kirimkan aku pada dataran dataran waswas
agar kupenuhi mataku raba dengarku
lalu kusampaikan pada tanah tempatku singgah
pada desadesa, kotakota, atau orangorang lelah
atau pada seseorang yang merindukan nyaman sebagai garis lirih yang tipis
maka, ijinkan aku jatuh sebagai gerimis.

Dzikir Air termasuk kategori puisi terpuji dalam lomba puisi tabloid Nyata

asmararabak

dan akhirnya ia menjadi air
sebagai kepasrahan pada cintanya yang tak ‘kan berakhir
pada lelaki itu cintanya terus mengalir
lelaki yang meragukan kesetiaannya
“ kau t’lah kehilangan kesucian !”

melompatlah ia pada unggun bara
pada geliat api gelinjang sepi
namun siapa yang sanggup melukainya?
bahkan izrail pun tak sanggup berdiri!

“ tebarkan wewangian, tuhan.” rintihnya
“ tinggalkan ribuan melati di pembakaran ini
biar tak sangsi ia pada cintaku yang suci”

maka mulailah awan awan menyelimuti tubuhnya
lalu pecahlah ia menjadi gerimis
mengusap lembut api api
menghamparkan ribuan melati

sang lelaki masih berdiri disana
menyaksikan melati yang kembang dalam bara
dan ia masih bergumam
“ kau kehilangan kesucian
kau tak lagi suci
tak lagi suci.”