Kutemukan bangkai !
Akhirnya kau usap lembut hatiku
Ditanganmu kutatap hatiku
Ih, busuk sekali
Aku tahu, aku berjalan terlalu timur
Mungkin sudah di selatan
Aku sekedar menatapmu di kejauhan
Sapa telah lama menguap dijalan
Kutemukan bangkai !
Seonggok daging yang ingin hidup kembali
Mata, tangan, bibir, kaki
Telah lama membusuk diperjalanan
Biarkan nadiku berdenyut
Hatiku berdenyit
Tapi semua telah membusuk!
31 Maret 2006
30 Maret 2006
Dalam Hatimu Kutemukan Rembulan. Tanpa Airmata !
Lembar-lembar kenangan berserakan;
Ada tawa
Ada luka
Ada cinta
Aku tak ingin membereskannya
Menyapunya, merapikannya,
Apalagi membuangnya
Aku hanya ingin pergi
Memandang lukisan dari kejauhan
Tapi bukan ke langit.
“ke laut?” tanyamu
Ke dalam hatimu
Ada tawa
Ada luka
Ada cinta
Aku tak ingin membereskannya
Menyapunya, merapikannya,
Apalagi membuangnya
Aku hanya ingin pergi
Memandang lukisan dari kejauhan
Tapi bukan ke langit.
“ke laut?” tanyamu
Ke dalam hatimu
29 Maret 2006
hati yang hujan
Dan kemudian hujan turun
menyapu serpihan hatiku yang pecah
juga menghanyutkan hatimu
yang kemudian menggenang di matamu
cahaya lalu merayap ke bawah kursi
dan udara meringkuk di kakimu.
“sekarang masih hujan, sayang” ucapku.
ah, tapi kau tak pernah mengerti bahasa hujan
tapi jangan dulu kemasi barangmu
kursi, meja, lapangan, dan restoran
masih akan kugunakan
jadi, jangan kau masukkan dulu
dalam koper
menyapu serpihan hatiku yang pecah
juga menghanyutkan hatimu
yang kemudian menggenang di matamu
cahaya lalu merayap ke bawah kursi
dan udara meringkuk di kakimu.
“sekarang masih hujan, sayang” ucapku.
ah, tapi kau tak pernah mengerti bahasa hujan
tapi jangan dulu kemasi barangmu
kursi, meja, lapangan, dan restoran
masih akan kugunakan
jadi, jangan kau masukkan dulu
dalam koper
11 Maret 2006
di malam yang sekarat; kutahu itu
Aku duduk. Kau menunduk.
kau menjelma ikan koki
di aquarium ruang tamu rumahku;
saat aku mengerjap dari kedip.
malam kian sekarat. bulanbintang
telah mati kemarin malam.
“semua sama saja”, katamu.
lalu anjing dan serigala berloncatan
dari mulutmu; melolong. Dan sebagian
menjilati wajah dan pantatmu
Ah, akhirnya jilatan anjing diwajahmu
merontokkan topeng yang kau pakai.
Tak ada sungai yang sama pada detik
yang satu dengan detik yang lain*, pikirku.
lalu kurangkai kembali pecahan topengmu
kupasangkan diwajahmu. Kau tersenyum.
Ah, kenapa harus kutahu hal itu.
*nukilan terjemahan Waiting for Godot
kau menjelma ikan koki
di aquarium ruang tamu rumahku;
saat aku mengerjap dari kedip.
malam kian sekarat. bulanbintang
telah mati kemarin malam.
“semua sama saja”, katamu.
lalu anjing dan serigala berloncatan
dari mulutmu; melolong. Dan sebagian
menjilati wajah dan pantatmu
Ah, akhirnya jilatan anjing diwajahmu
merontokkan topeng yang kau pakai.
Tak ada sungai yang sama pada detik
yang satu dengan detik yang lain*, pikirku.
lalu kurangkai kembali pecahan topengmu
kupasangkan diwajahmu. Kau tersenyum.
Ah, kenapa harus kutahu hal itu.
*nukilan terjemahan Waiting for Godot
06 Maret 2006
pada suatu pagi
Aku pun pergi
begitu pintu-pintu dan semua jendela
rumah terbuka.
Aku masuk lagi ;
Kutemukan pasar. Laki-laki tua
menawari daging rusa.
“tahu- tempenya, Mat”. Seorang ibu
yang kulitnya berkarat (karena terlalu
lama direndam raksa) menawariku
dagangannya
Aku berpaling dan duduk
di sebuah bis kota
di seberang jalan seorang wanita
melambaikan tangan dari
dalam kereta.
Aku hanya tersenyum ketika
gadis muda disampingku menawari
cocacola.
Sementara kau belum sempat berkedip
begitu pintu-pintu dan semua jendela
rumah terbuka.
Aku masuk lagi ;
Kutemukan pasar. Laki-laki tua
menawari daging rusa.
“tahu- tempenya, Mat”. Seorang ibu
yang kulitnya berkarat (karena terlalu
lama direndam raksa) menawariku
dagangannya
Aku berpaling dan duduk
di sebuah bis kota
di seberang jalan seorang wanita
melambaikan tangan dari
dalam kereta.
Aku hanya tersenyum ketika
gadis muda disampingku menawari
cocacola.
Sementara kau belum sempat berkedip
Langganan:
Postingan (Atom)