Pasirpasir liar benar. Berlari-lari ditubuh kita.
Uh, lengketsekalitubuhkita.
Perahu pagang diatas debur ombak
Besok mulai kerja. Turis sudah jadi kenangan.
Bunyi kehilangan suara. “Jadi kepiting dong, sayang
Aku pengin dicapit”
Rembulan diujung sana seperti semangka yang membusuk.
21 November 2006
jam 12 malam
Kau membiat pasar pada jam 12 malam.
Orang-orang mengadakan selametan.
Ada ibu dan bapak. Aih, kakek dan nenek turut serta.
Aku juga. Bibi sibuk di dapur. Menunggu mimpi
Biar tak gosong. Kadang datang juga.
Ah, makin ramai saja pasar yang kau buat.
Air di kamar mandi berlari-lari. Ini kan belum pagi!
Susunya berapa? Handuknya mana? Ada yang
mengintip dari dalam kulkas. Keluar dari
dispenser, sayang.
“kakek, tidurlah. Nenek juga”. Pasar hampir
tutup. Kau mengukir udara dengan senyuman.
Aih, kakek ingin ditinju dengan tinju kecilmu.
Nenek menyimpan berakmu, lho. Ibu dan bapak
Belajar matematika.
Aku melihat matahari di jam 12 malam.
Orang-orang mengadakan selametan.
Ada ibu dan bapak. Aih, kakek dan nenek turut serta.
Aku juga. Bibi sibuk di dapur. Menunggu mimpi
Biar tak gosong. Kadang datang juga.
Ah, makin ramai saja pasar yang kau buat.
Air di kamar mandi berlari-lari. Ini kan belum pagi!
Susunya berapa? Handuknya mana? Ada yang
mengintip dari dalam kulkas. Keluar dari
dispenser, sayang.
“kakek, tidurlah. Nenek juga”. Pasar hampir
tutup. Kau mengukir udara dengan senyuman.
Aih, kakek ingin ditinju dengan tinju kecilmu.
Nenek menyimpan berakmu, lho. Ibu dan bapak
Belajar matematika.
Aku melihat matahari di jam 12 malam.
05 November 2006
perhitungan
Kita hanya mampu menakar gelisah;
Berapa terberi
Berapa terbagi
Sejenak sebelum berpisah
Kita memang kerap bersandar
Dengan tak sadar.
Dan mengerti sesuatu berarti
Setelah pergi, tak kembali.
Kita masih duduk saja tanpa kata
Memandang langit yang hitam
Menunggu bintang yang telat datang
Aku, ucapmu, mungkin seharusnya
Tak datang. Lalu kunangkunang
Membawa lukisan. Putri yang tertidur.
Berapa terberi
Berapa terbagi
Sejenak sebelum berpisah
Kita memang kerap bersandar
Dengan tak sadar.
Dan mengerti sesuatu berarti
Setelah pergi, tak kembali.
Kita masih duduk saja tanpa kata
Memandang langit yang hitam
Menunggu bintang yang telat datang
Aku, ucapmu, mungkin seharusnya
Tak datang. Lalu kunangkunang
Membawa lukisan. Putri yang tertidur.
19 Oktober 2006
Untuk Tubuh Yang Tak Utuh
sehelai rumbia tertinggal di desir angin
berhembus, lewat pintu yang terbuka
ada gurat tangan yang mengarat di gagangnya.
entah
lalu udara menyekap hawamu disini
meninggalkan jejak dingin batu karang
pada malam yang karam
tak ada yang hendak mentasbihkan gelap malam
pada secangkir kopi dan sebatang rokok
sebab tubuh tak lagi utuh
merentang panjang
tercecer terpisah
basah
dan kita tak perlu lagi menempuh jauh
sebab kita telah satu dalam seluruh
memadat dalam setiap alat
puisi diatas dimuat dalam antologi Mencari Rumah; Antologi Puisi Hysteria 2004-2007
berhembus, lewat pintu yang terbuka
ada gurat tangan yang mengarat di gagangnya.
entah
lalu udara menyekap hawamu disini
meninggalkan jejak dingin batu karang
pada malam yang karam
tak ada yang hendak mentasbihkan gelap malam
pada secangkir kopi dan sebatang rokok
sebab tubuh tak lagi utuh
merentang panjang
tercecer terpisah
basah
dan kita tak perlu lagi menempuh jauh
sebab kita telah satu dalam seluruh
memadat dalam setiap alat
puisi diatas dimuat dalam antologi Mencari Rumah; Antologi Puisi Hysteria 2004-2007
20 September 2006
tuktakatakata
Kau bikin senin pagi dalam mulutmu
Keretakeretakelasekonomi menjerit
Sarapan pagi tercecer dibawah meja. Uh, semalam
Kucing memburu tikus.
Kadang kata juga sok tahu. O, semut senang
Rasa asin. “ pinjem kamarmu dong” tukang jagal
Mencincang daging.
Aku upacara pagi. Uh, katakata membunuhku!
092006
Keretakeretakelasekonomi menjerit
Sarapan pagi tercecer dibawah meja. Uh, semalam
Kucing memburu tikus.
Kadang kata juga sok tahu. O, semut senang
Rasa asin. “ pinjem kamarmu dong” tukang jagal
Mencincang daging.
Aku upacara pagi. Uh, katakata membunuhku!
092006
bonsai
Kau menanam sebuah biji saat pertama kita bertemu disebuah taman di belakang sekolah. Ada kupukupu berwarna ungu, dan kau tersenyum malu.
aku hanya batu
keras, cadas.
“Jagalah biar tumbuh”, ucapmu.
tapi aku tak pernah
tak kusiram
tak kurawat
tak kulihat
“Oh, baik sekali kau merawatnya. Besar sekali pohon ini” kau berkata setelah kita tak lagi berjumpa.
Bagaimana mungkin, pikirku. Aku tak pernah menjaganya.
“Sudahlah, mungkin kau juga mengingatku. Tapi aku akan pergi”.
Dan kubonsai pohon itu
Hilang dahan julang langit
Rantingdahandaunbunga mengecil
Cuma akar menggelembung
Kau menanam sebuah biji saat pertama kita bertemu disebuah taman di belakang sekolah. Ada kupukupu berwarna ungu, dan kau tersenyum malu.
aku hanya batu
keras, cadas.
“Jagalah biar tumbuh”, ucapmu.
tapi aku tak pernah
tak kusiram
tak kurawat
tak kulihat
“Oh, baik sekali kau merawatnya. Besar sekali pohon ini” kau berkata setelah kita tak lagi berjumpa.
Bagaimana mungkin, pikirku. Aku tak pernah menjaganya.
“Sudahlah, mungkin kau juga mengingatku. Tapi aku akan pergi”.
Dan kubonsai pohon itu
Hilang dahan julang langit
Rantingdahandaunbunga mengecil
Cuma akar menggelembung
17 April 2006
matahari hijau tua
Hatimu hinggap di ujung Laventar
lalu jatuh di pelukanku
dan tersedu
Di mataku kau mewarnai matahari
dengan spidol hijau tua
dan kudengar jeritmu
dari televisi yang tak henti
menyemburkan darah,
bangkai bintang dan rembulan
di luar sebagian orang berpesta
merayakan kematian tuhan
dan segera iklan-iklan bertebaran;
lowongan pekerjaan; butuh tuhan
pendidikan dan pengalaman tak diutamakan
kenapa tak melamar? tanya tetanggamu
kau kan pengangguran
lalu jatuh di pelukanku
dan tersedu
Di mataku kau mewarnai matahari
dengan spidol hijau tua
dan kudengar jeritmu
dari televisi yang tak henti
menyemburkan darah,
bangkai bintang dan rembulan
di luar sebagian orang berpesta
merayakan kematian tuhan
dan segera iklan-iklan bertebaran;
lowongan pekerjaan; butuh tuhan
pendidikan dan pengalaman tak diutamakan
kenapa tak melamar? tanya tetanggamu
kau kan pengangguran
31 Maret 2006
Kuterbangun dan Membusuk
Kutemukan bangkai !
Akhirnya kau usap lembut hatiku
Ditanganmu kutatap hatiku
Ih, busuk sekali
Aku tahu, aku berjalan terlalu timur
Mungkin sudah di selatan
Aku sekedar menatapmu di kejauhan
Sapa telah lama menguap dijalan
Kutemukan bangkai !
Seonggok daging yang ingin hidup kembali
Mata, tangan, bibir, kaki
Telah lama membusuk diperjalanan
Biarkan nadiku berdenyut
Hatiku berdenyit
Tapi semua telah membusuk!
Akhirnya kau usap lembut hatiku
Ditanganmu kutatap hatiku
Ih, busuk sekali
Aku tahu, aku berjalan terlalu timur
Mungkin sudah di selatan
Aku sekedar menatapmu di kejauhan
Sapa telah lama menguap dijalan
Kutemukan bangkai !
Seonggok daging yang ingin hidup kembali
Mata, tangan, bibir, kaki
Telah lama membusuk diperjalanan
Biarkan nadiku berdenyut
Hatiku berdenyit
Tapi semua telah membusuk!
30 Maret 2006
Dalam Hatimu Kutemukan Rembulan. Tanpa Airmata !
Lembar-lembar kenangan berserakan;
Ada tawa
Ada luka
Ada cinta
Aku tak ingin membereskannya
Menyapunya, merapikannya,
Apalagi membuangnya
Aku hanya ingin pergi
Memandang lukisan dari kejauhan
Tapi bukan ke langit.
“ke laut?” tanyamu
Ke dalam hatimu
Ada tawa
Ada luka
Ada cinta
Aku tak ingin membereskannya
Menyapunya, merapikannya,
Apalagi membuangnya
Aku hanya ingin pergi
Memandang lukisan dari kejauhan
Tapi bukan ke langit.
“ke laut?” tanyamu
Ke dalam hatimu
29 Maret 2006
hati yang hujan
Dan kemudian hujan turun
menyapu serpihan hatiku yang pecah
juga menghanyutkan hatimu
yang kemudian menggenang di matamu
cahaya lalu merayap ke bawah kursi
dan udara meringkuk di kakimu.
“sekarang masih hujan, sayang” ucapku.
ah, tapi kau tak pernah mengerti bahasa hujan
tapi jangan dulu kemasi barangmu
kursi, meja, lapangan, dan restoran
masih akan kugunakan
jadi, jangan kau masukkan dulu
dalam koper
menyapu serpihan hatiku yang pecah
juga menghanyutkan hatimu
yang kemudian menggenang di matamu
cahaya lalu merayap ke bawah kursi
dan udara meringkuk di kakimu.
“sekarang masih hujan, sayang” ucapku.
ah, tapi kau tak pernah mengerti bahasa hujan
tapi jangan dulu kemasi barangmu
kursi, meja, lapangan, dan restoran
masih akan kugunakan
jadi, jangan kau masukkan dulu
dalam koper
11 Maret 2006
di malam yang sekarat; kutahu itu
Aku duduk. Kau menunduk.
kau menjelma ikan koki
di aquarium ruang tamu rumahku;
saat aku mengerjap dari kedip.
malam kian sekarat. bulanbintang
telah mati kemarin malam.
“semua sama saja”, katamu.
lalu anjing dan serigala berloncatan
dari mulutmu; melolong. Dan sebagian
menjilati wajah dan pantatmu
Ah, akhirnya jilatan anjing diwajahmu
merontokkan topeng yang kau pakai.
Tak ada sungai yang sama pada detik
yang satu dengan detik yang lain*, pikirku.
lalu kurangkai kembali pecahan topengmu
kupasangkan diwajahmu. Kau tersenyum.
Ah, kenapa harus kutahu hal itu.
*nukilan terjemahan Waiting for Godot
kau menjelma ikan koki
di aquarium ruang tamu rumahku;
saat aku mengerjap dari kedip.
malam kian sekarat. bulanbintang
telah mati kemarin malam.
“semua sama saja”, katamu.
lalu anjing dan serigala berloncatan
dari mulutmu; melolong. Dan sebagian
menjilati wajah dan pantatmu
Ah, akhirnya jilatan anjing diwajahmu
merontokkan topeng yang kau pakai.
Tak ada sungai yang sama pada detik
yang satu dengan detik yang lain*, pikirku.
lalu kurangkai kembali pecahan topengmu
kupasangkan diwajahmu. Kau tersenyum.
Ah, kenapa harus kutahu hal itu.
*nukilan terjemahan Waiting for Godot
06 Maret 2006
pada suatu pagi
Aku pun pergi
begitu pintu-pintu dan semua jendela
rumah terbuka.
Aku masuk lagi ;
Kutemukan pasar. Laki-laki tua
menawari daging rusa.
“tahu- tempenya, Mat”. Seorang ibu
yang kulitnya berkarat (karena terlalu
lama direndam raksa) menawariku
dagangannya
Aku berpaling dan duduk
di sebuah bis kota
di seberang jalan seorang wanita
melambaikan tangan dari
dalam kereta.
Aku hanya tersenyum ketika
gadis muda disampingku menawari
cocacola.
Sementara kau belum sempat berkedip
begitu pintu-pintu dan semua jendela
rumah terbuka.
Aku masuk lagi ;
Kutemukan pasar. Laki-laki tua
menawari daging rusa.
“tahu- tempenya, Mat”. Seorang ibu
yang kulitnya berkarat (karena terlalu
lama direndam raksa) menawariku
dagangannya
Aku berpaling dan duduk
di sebuah bis kota
di seberang jalan seorang wanita
melambaikan tangan dari
dalam kereta.
Aku hanya tersenyum ketika
gadis muda disampingku menawari
cocacola.
Sementara kau belum sempat berkedip
20 Februari 2006
sebuah celoteh tolol
Dan mereka pun mulai bertanya; kerudung hitammu
mengapa hitam. Suka atau tanda.
aku pun mencari entahmu
Dan kusulam namamu
di kerudung itu sebelum gambar
wittgenstein dipajang;
merobek kerudungmu
mengoyak hatiku.
mengapa hitam. Suka atau tanda.
aku pun mencari entahmu
Dan kusulam namamu
di kerudung itu sebelum gambar
wittgenstein dipajang;
merobek kerudungmu
mengoyak hatiku.
sebuah celoteh tolol
Dan mereka pun mulai bertanya; kerudung hitammu
mengapa hitam. Suka atau tanda.
aku pun mencari entahmu
Dan kusulam namamu
di kerudung itu sebelum gambar
wittgenstein dipajang;
merobek kerudungmu
mengoyak hatiku.
200206
00.22
mengapa hitam. Suka atau tanda.
aku pun mencari entahmu
Dan kusulam namamu
di kerudung itu sebelum gambar
wittgenstein dipajang;
merobek kerudungmu
mengoyak hatiku.
200206
00.22
19 Februari 2006
percuma
Nada-nada telah dinyanyikan
pada malam yang mengkerut, dan
bulan pudar
Entah kau tahu arti apel
merah itu
yang kupetik di tetes air keringat
dilelahku; dijengahmu
Aku pun istirah di pundak
malam sementara
matahari perlahan menari di jemari.
pada malam yang mengkerut, dan
bulan pudar
Entah kau tahu arti apel
merah itu
yang kupetik di tetes air keringat
dilelahku; dijengahmu
Aku pun istirah di pundak
malam sementara
matahari perlahan menari di jemari.
16 Februari 2006
inklinasi
Menelisik harapan
bukan untuk masa depan;
sekarang.
pun detik menggeliat dari sekarat
menyeret waktu yang kian keparat
Langit keriput terbahak
bulan bintang berjerawat
lidah bersimpul; erat mengucap
kedip hati paling khianat
bukan untuk masa depan;
sekarang.
pun detik menggeliat dari sekarat
menyeret waktu yang kian keparat
Langit keriput terbahak
bulan bintang berjerawat
lidah bersimpul; erat mengucap
kedip hati paling khianat
12 Februari 2006
memoar sepi
Ada yang pergi
saat ku kembali
dan sepi pun bercerita
diantara rintik hujan yang
menguning.
Dan coklat itu masih mengepul
dicangkir biru
mengantar citra indahmu
yang menguap dalam hangat
Sementara rindu, masih seperti dulu
saat ku kembali
dan sepi pun bercerita
diantara rintik hujan yang
menguning.
Dan coklat itu masih mengepul
dicangkir biru
mengantar citra indahmu
yang menguap dalam hangat
Sementara rindu, masih seperti dulu
01 Januari 2006
cinta I
Ssst ……
ada yang tahu artinya cinta???
Seperti rumus matematika;
Seperti daun pohon cemara; atau
Seperti celana dalam wanita yang sepuluh ribu tiga
???
??
?
ada yang tahu artinya cinta???
Seperti rumus matematika;
Seperti daun pohon cemara; atau
Seperti celana dalam wanita yang sepuluh ribu tiga
???
??
?
Langganan:
Postingan (Atom)