Dari sudut hati ku rasakan
purnama tak seterang dulu
ku longokkan kepalaku keluar jendela
Ah, ternyata kau perempuan
pengerat rembulan.
Bayangmu kian panjang,
jangan biarkan hujan menambah
kelam jangan hentikan
Kutunggu serpihan bulan
sebagai penerang ruang yang kini kelam
20 Desember 2005
19 Desember 2005
16 Desember 2005
ruang
akan sanggupkah kita hanya terdiam demi menyaksikan
ruang-ruang yang sengaja kita buat di dalam hati di sela
mimpi koyak dilumat rayap-rayap keparat yang datang dan
pergi sesuka perutnya sendiri?
ruang-ruang yang sengaja kita buat di dalam hati di sela
mimpi koyak dilumat rayap-rayap keparat yang datang dan
pergi sesuka perutnya sendiri?
15 Desember 2005
senyum murung
Senyummu, kekasihku, menebarkan mawar di pekat
Empeduku. Tapi matamu, ah matamu menghempasku
Dalam jurang tanpa ruang
Empeduku. Tapi matamu, ah matamu menghempasku
Dalam jurang tanpa ruang
matamalam
Suaramu mengalir di denyut nadi
Hanyutkan rindu di lembah hati
Tapi matamu, ah matamu tak lagi serimbun beringin
Tempat kita bermain petak umpet bersama
Cuaca dan malam
Hanyutkan rindu di lembah hati
Tapi matamu, ah matamu tak lagi serimbun beringin
Tempat kita bermain petak umpet bersama
Cuaca dan malam
14 Desember 2005
08 Desember 2005
kerudung hitam
kutemukan bintang di balik kerudung hitammu, kekasihku.
Masih samakah dengan bintang yang kita ajak menari di
Pantai pasir wangi yang tak sengaja kita temukan di keremangan
Kedua matamu?
Aku selalu tersesat ketika mengeja tiap helai benang
di kerudung hitammu, kekasihku. Sedang matamu selalu saja berombak.
Aku tersesat dan menyesatkanku dalam kerudung hitammu, mengikuti
jejak wangi pantai pasir wangi yang semakin redup.
Wangimu melekat di hatiku, seperti hitam yang melekat di kerudung hitammu,
Kekasihku. Meski ombakmu melemparku ke ruang tanpa bayang-bayang.
puisi diatas dimuat dalam antologi Mencari Rumah; Antologi Puisi Hysteria 2004-2007
Masih samakah dengan bintang yang kita ajak menari di
Pantai pasir wangi yang tak sengaja kita temukan di keremangan
Kedua matamu?
Aku selalu tersesat ketika mengeja tiap helai benang
di kerudung hitammu, kekasihku. Sedang matamu selalu saja berombak.
Aku tersesat dan menyesatkanku dalam kerudung hitammu, mengikuti
jejak wangi pantai pasir wangi yang semakin redup.
Wangimu melekat di hatiku, seperti hitam yang melekat di kerudung hitammu,
Kekasihku. Meski ombakmu melemparku ke ruang tanpa bayang-bayang.
puisi diatas dimuat dalam antologi Mencari Rumah; Antologi Puisi Hysteria 2004-2007
Langganan:
Postingan (Atom)